Minggu, 12 Februari 2012

Upacara Rambu Solo' - Tana Toraja

Di wilayah Kabupaten Tana Toraja terdapat upacara adat yang terkenal dan tidak ada duanya di dunia, yaitu upacara adat Rambu Solo’ (upacara untuk memakamkan leluhur/ orang tua yang tercinta) sdengan acara Sapu Randanan, dan Tombi SaratuWilayah Barat dipimpin oleh To Ma’dika(orang yang dianggap berdarah putih).

Upacara Rambu Solo'

Salah satu acara dalam prosesi upacara adat Rambu Solo ( Ma'badong )

Rambu Solo adalah upacara adat kematian masyarakat Tana Toraja yang bertujuan untuk menghormati dan mengantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam roh, yaitu kembali kepada keabadian bersama para leluhur mereka di sebuah tempat peristirahatan, disebut dengan Puya, yang terletak di bagian selatan tempat tinggal manusia. Upacara ini sering juga disebut upacara penyempurnaan kematian. Dikatakan demikian, karena orang yang meninggal baru dianggap benar-benar meninggal setelah seluruh prosesi upacara ini digenapi. Jika belum, maka orang yang meninggal tersebut hanya dianggap sebagai orang “sakit” atau “lemah”, sehingga ia tetap diperlakukan seperti halnya orang hidup, yaitu dibaringkan di tempat tidur dan diberi hidangan makanan dan minuman, bahkan selalu diajak berbicara.

Oleh karena itu, masyarakat setempat menganggap upacara ini sangat penting, karena kesempurnaan upacara ini akan menentukan posisi arwah orang yang meninggal tersebut, apakah sebagai arwah gentayangan (bombo), arwah yang mencapai tingkat dewa (to-membali puang), atau menjadi dewa pelindung (deata). Dalam konteks ini, upacara Rambu Solo menjadi sebuah “kewajiban”, sehingga dengan cara apapun masyarakat Tana Toraja akan mengadakannnya sebagai bentuk pengabdian kepada orang tua mereka yang meninggal dunia.

Kemeriahan upacara Rambu Solo ditentukan oleh status sosial keluarga yang meninggal, diukur dari jumlah hewan yang dikorbankan. Semakin banyak kerbau disembelih, semakin tinggi status sosialnya. Biasanya, untuk keluarga bangsawan, jumlah kerbau yang disembelih berkisar antara 24-100 ekor, sedangkan warga golongan menengah berkisar 8 ekor kerbau ditambah 50 ekor babi. Dulu, upacara ini hanya mampu dilaksanakan oleh keluarga bangsawan. Namun seiring dengan perkembangan ekonomi, strata sosial tidak lagi berdasarkan pada keturunan atau kedudukan, melainkan berdasarkan tingkat pendidikan dan kemampanan ekonomi. Saat ini, sudah banyak masyarakat Toraja dari strata sosial rakyat biasa menjadi hartawan, sehingga mampu menggelar upacara ini.

Well guys, sekian dulu buat Upacara Rambu Solo' di Toraja .. but you know, Toraja punya banyak bangedjenis kebudayaan yang masih sangat kental diberlakukan di tengah-tengah masyarakatnya yang sudah modern saat ini .. Tapi mereka percaya bahwa kebudayaan merupakan sesuatu yang harus dijaga dan tetap dipertahankan .. So, that's agood example guys! :))

0 comments:

Posting Komentar

 
;